Tentang Sakit Kepala

Saya rasa ia datang mengetuk pintu kepala lebih kurang enam tahun lepas. Kebencian saya terhadap rumah, menyebabkan saya mencintai kopi. Dan bukankah kopi & rumah pasangan serasi? Ada seekor burung singgah ke dalam tengkorak kepala saya sebagai tetamu. Awal dahulu ia sangat marah, sering mengibas kepaknya yang basah. Sehingga sangkar ini diguncang-guncang dan berbunyi seperti gugusan kunci nyaring. Kini, burung itu semakin jinak dan semakin selesa di sangkarnya. Saya menganggapnya sebagai penghuni lebih daripada tetamu.

Saya banyak lupa tentang banyak perkara. Dan banyak pula saya lupa kerana saya ingin melupakannya. Kadangkala lebih mudah menyalahkan tidur dan cahaya fon dalam kamar gelap. Kadangkala lebih mudah mengabaikannya dengan beberapa biji panadol dan selawat yang diajar Abah. Saya membayangkan betapa uncool-nya untuk mati muda hanya dengan sakit kepala. Tapi agak cool untuk mati muda dengan catatan impian-impian yang belum tercapai, atau to-do list terbengkalai, atau amaun buku bank masa depan, atau puisi-puisi tak selesai. 

Setiap malam saya hanya dapat melelapkan mata setelah merindui sepasang tangan yang kurus, dan akhirnya memilih untuk memeluk tubuh sendiri. Adalah satu kenikmatan untuk selalu lupa. Tapi juga menyiksakan. Saya bermimpi hal-hal yang ringkas dan sekejap. Mimpi melupakan saya, & vise versa. Saya mengakui bahawa saya terlalu banyak komplikasi dan kawan saya menasihati untuk menerima komplikasi sebagai identiti. Maka, saya datang ke tempat anda dengan sebuah hadiah bernama Sakit Kepala.